Prasasti Hariñjing
Puisi di atas terinspirasi oleh Prasasti
Hariñjing.
Dipertemukan oleh takdir melalui
kuliah umum di kampus, secara ajaib prasasti ini menjadi “narasumber” utama
tugas akhir saya. Jikalau ditanya mengapa, mungkin ini sedikit alasan/ceritanya :
1. Gara-gara ikut kuliah umum
Waktu itu ada kuliah umum di
kampus dan diisi oleh Prof. Agus Aris Munandar dari UI. Kurang lebih beliau
bilang kalau prasasti ini adalah prasasti Jawa Kuno tertua. Tapi saya kurang
percaya, karena selama sekolah/kuliah baru denger sekali itu. Dari situlah saya
mulai mencari tahu dan menemukan tulisan Romo Zoetmulder dalam buku Kalangwan: Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang.
Beliau menyatakan bahwa, “Prasasti
dengan tahun 726 Saka, bulan Caitra,
hari kesebelas, paro terang, hari Haryang
atau yang bila dikonversikan kedalam penanggalan masehi menjadi 25 Maret 804
adalah tanggal yang sesuai untuk mengawali tinjauan mengenai sastra Jawa Kuno.
Sementara itu, prasasti-prasasti yang memiliki penanggalan lebih tua dari
prasasti ini sebagian besar menggunakan bahasa Sanskerta” (Zoetmulder, 1985:
3-4).
(Jadi saya ucapkan terimakasih banyak kepada Prof. Agus Aris
Munandar yang telah memperkenalkan saya pada prasasti ini. Salam hormat Prof..)
Ternyata oh ternyata, prasasti
ini punya 3 angka tahun dengan isi yang berkaitan. Sisi depan disebut Hariñjing
A, sisi belakang sampai Bāris ke-22 disebut Hariñjing B, dan Bāris selanjutnya
sampai Bāris ke-28 disebut Hariñjing C. Sisi kanan dan kiri juga ada tulisannya.
Berikut tanggal-tanggalnya :
(berdasarkan terjemahan oleh Kartoatmodjo, 1985: 54-59)
Hariñjing A
|
11 Caitra, paro terang (śuklapaksa), paringkêlan, haryang, wagai, somawara
(hari Senin), 726 Saka.
|
Hariñjing B
|
15 Aśuji,
paro terang (śuklapaksa),
paringkêlan, haryang, umanis, budhawāra (hari Rabu), 843 Saka.
|
Hariñjing C
|
1 Caitra, paro terang, paringkêlan, wās, umanis, budhawāra
(hari Rabu), 849 Saka.
|
2. Setelah baca-baca lagi,
ternyata sudah banyak ahli yang menyinggung. Namun, beberapa diantaranya
menyarankan untuk melakukan pengecekan ulang (lihat Boechari, 2012: 160).
3. gatau lagi, mungkin udah jodoh aja wkwkwkwwk :’D
Mengenai Prasasti Hariñjing
Singkat cerita, Prasasti Hariñjing
pertamakali dicatat dalam Oudheidkundig
Verslag (OV, laporan kepurbakalaannya Belanda) tahun 1915. Dilanjutkan pada
OV 1916, dilaporkan oleh P. V van Stein Callenfels bahwa angka tahun prasasti
ini adalah 706 Saka dan membahas tentang saluran irigasi. Di tahun 1916, prasasti ini masih berada di
tempat asalnya yaitu di wilayah Sukabumi, Kediri Jawa Timur. Tepatnya disimpan
di halaman rumah Mr. Pet, administator perkebunan kopi di sana. Laporan tentang
Prasasti Hariñjing masih dimuat di OV 1924 dan 1925. Sampai akhirnya di tahun
1934 Callenfels menerbitkan alih akasara plus terjemahan isi prasasti dalam
Bahasa Belanda dengan judul De Inscriptie van Soekabumi (dimuat dalam Med.
Kon. Akad. van Wetenschappen
78 serie B no.4 halaman 115-130).
Selain ahli dari Belanda, ahli epigrafi dari Indonesia, M. M
Soekarto Kartoatmodjo juga menyinggung prasasti ini dan menetapkan penanggalan
pada Prasasti Hariñjing sebagai hari jadi Kabupaten Kediri (25 Maret 804).
Walaupun mengenai tanggal-tanggal di prasasti ini katanya ada yang salah dan
sudah dibahas oleh L. C Damais dalam Etude
d'Éphigraphie Indonésienne (EEI) yang ditulis pada tahun 1952 dan 1955.
Oh iya..sekarang Bang Har (kalo kata teman saya
panggilannya gitu) Prasasti Hariñjing disimpan di Museum Nasional Indonesia,
Jakarta dengan nomor koleksi D. 173. Saya deg-degan banget lho setiap ketemu
doi!!
Apa sih sebenernya
isi prasasti ini?
1. Tentang penetapan sima berupa bendungan di Kali Hariñjing
oleh seseorang bernama Bhagawanta Bāri. Kali Hariñjing, menurut Callenfels
mungkin saja ada hubungannya dengan Srindjing-leiding, yang saat itu (tahun
1930-an) adalah nama salah satu saluran air (irigasi) di Pare, Kediri
(Callenfels, 1934: 123)
2. Perintah raja untuk meneguhkan kembali status penetapan sima
di Kali Hariñjing yang saat ini menjadi hak keturunan Bhagawanta Bāri.
3. Permohonan untuk menuliskan prasasti di atas batu oleh
keturunan Bhagawanta Bāri, karena dulu “sertifikatnya” hanya ditulis di atas
daun lontar.
Kurang lebih begitu isinya. Prasasti ini juga banyak
menyebutkan nama-nama orang (pejabat), nama-nama desa, dan jumlah pajak/denda
yang harus dibayar atas daerah perdikan ini (lihat terjemahan Hariñjing B oleh Kartoatmodjo, 1985: 57).
Untuk lebih lengkapnya, kalau mau tahu lebih jauh atau mau
kenalan sama Bang Har Prasasti Hariñjing, berikut adalah referensi yang
bisa dibaca. Untuk menulis post ini
saya juga lihat referensi-referensi di bawah ini :
1. De Inscriptie van Soekabumi
penulis: P. V van Stein
Callenfels (1934), dalam Mededeelingen
der Koninklijk Akademie van Wetenschappen, afd. Leterkunde, deel 78, Serie
B, no. 4, pp. 115-130.
2. Hari Jadi Kediri: Keputusan Bupati Kepala
Daerah Tingkat II Kediri Nomor 82 tahun 1985
penulis : M.M Soekarto Kartoatmodjo
(1985).
Mengenai perhitungan tahun, L. C
Damais sudah menulis dalam :
1. Étude d'Éphigraphie
Indonésienne, III : Liste des Principales Inscription Datées de L'Indonésie
(1952).
2. Étude d'Éphigraphie Indonésienne,
IV : Discussion de la Dates des Inscriptions (1955).
Jikalau ingin membaca hal-hal
terkait prasasti, buku sakti, kumpulan tulisan Prof. Boechari ini bisa
jadi referensi :
Melacak Sejarah Kuno Indonesia
Lewat Prasasti: Kumpulan Tulisan Boechari (2012, Kepustakaan Populer Gramedia).
Itulah sekilas mengenai Prasasti Hariñjing. Buat saya
prasasti ini sangat berarti, sampai-sampai bisa dibikin puisi dan skripsi. Sebenarnya
ini baru satu prasasti lho, padahal tinggalan prasasti kita banyaaakk sekali. Yang
sudah ditulis oleh peneliti-peneliti zaman dulu juga banyak sih, kalau mau
dikritisi dengan perspektif sekarang boleh saja. Tentu, interpretasi yang baru bisa
menyumbangkan gagasan untuk menambah khazanah Sejarah Kuno Indonesia.
Semoga bisa menginspirasi dan
menambah pengetahuan teman-teman yang
membaca..
Doakan skripsi saya cepet selesai
yaaaa wkwkwkw
PENAMPAKAN PRASASTI HARIÑJING di Museum Nasional Indonesia..
Gagah bukan? hehehehe :D
Komentar
Posting Komentar