Keramaian
Namanya juga musim liburan, tempat wisata pasti ramai..
Kebetulan sore ini saya pergi ke Tebing Breksi dan Candi Ijo. Dua destinasi yang sepertinya menjadi tempat favorit para wisatawan saat datang ke wilayah Yogyakarta tercinta. Akses kesana dapat dikatakan mudah karena berada di jalan utama Jogja-Solo. Setelah belok kanan dari Prambanan, lurus, belok-belok, kemudian belok kiri masuk ke Desa Sambirejo jalanan menyempit dan menanjak. Tetapi tetap saja banyak sekali orang yang datang. Kendaraan berplat selain AB seperti AA, AD, AE, B, D, sampai Z dengan mudah saya jumpai disana.
Tapi tadi itu benar-benar ramai. Mungkin hal itu saya rasakan karena setelah beberapa kali ke Tebing Breksi dan (entah keberapa kali) ke Candi Ijo, tidak pernah seramai ini. Parkiran full, manusia bergawai dan bertongsis-pun ada dimana-mana. Semuanya senang, semuanya terlihat bahagia.
Kenapa senang dan terlihat bahagia? Mungkin karena dua :
1. Tiket masuknya murah meriah.
Tebing Breksi, parkir Rp.5000 dan tiap pengunjung hanya dimintai iuran sukarela.
Candi Ijo, parkir Rp.5000 dan tiket masuk Rp.5000 (tapi karena sudah sore mungkin petugas loket sudah pulang, jadi tidak membayar)
Kenapa murah meriah? Mungkin karena pengelola wilayah ini adalah masyarakat sekitar. Menurut tukang parkir di Candi Ijo, hasil parkir ada yang masuk ke kantong pribadi adapula yang menjadi kas Karangtaruna setempat. Sementara di Tebing Breksi, uang yang masuk mengalir ke kas desa. Mengingat lahan tebing ini awalnya adalah tanah bengkok desa.
2. Pemandangannya luar biasa indah!
Saya pikir inilah yang menjadi daya tarik utama untuk naik sampai ke atas sini. Saat matahari terbenam adalah waktu yang paling ditunggu-tunggu (apalagi dari Candi Ijo). Panorama Yogyakarta dari atas terlihat sangat istimewa. Langit jingga, biru, ungu bisa kita lihat dari sini. Batas antara langit dan bumi terlihat jelas. Landasan Bandara Adisutjipto plus pesawat yang naik dan turun bisa kita saksikan dari sini.
Tebing Breksi buka sampai malam, sementara di Candi Ijo hanya sampai pukul 18.00 (seingat saya saat dulu belum seramai sekarang hanya diijinkan sampai jam 17.00). Begitu jam menunjukkan pukul 18.00 ada Pak Satpam dari BPCB yang berkeliling dan membunyikan sirine dengan maksud mengingatkan pengunjung bahwa hari sudah sore dan waktunya pulang. Bukankah tidak becik untuk "keluyuran" saat sandyakala? Apalagi di candi (hahaha).
Karena ramai, banyak orang dimana-mana, adik saya bilang "jadi nggak bisa menikmati suasananya". Selain itu perilaku lain yang saya sayangkan (terutama di candi) adalah sampah. Memang sebenarnya tidak banyak sampah yang berserakan, bahkan dapat dikatakan tidak ada. Tetapi sedihnya saya menemukan roti yang ditinggal di lantai candi. Juga ada bekas jagung bakar yang ditinggal di sisi tangga candi. Memang dampaknya tidak terlihat saat ini. Namun bayangkan bagaimana jika banyak orang yang meninggalkan makanan di candi? Mungkin bisa tercipta sarang semut di dalam candi, entahlah. Untung saja tidak ada orang yang memanjat ke candi. Syukurlah jika para pengunjung sudah mengerti dan cukup diperingatkan dengan papan imbauan.
Masih di candi, sebenarnya saya bingung harus senang atau susah melihat keramaian ini (kalau di Tebing Breksi tentu saya senang-senang saja jika ramai. Karena tempat yang sebenarnya bisa diabaikan itu dapat mendatangkan penghasilan bagi warga warga sekitar). Saya pikir, dimana nilai-nilai penting tinggalan Mataram Kuno ini dapat dicari? Buktinya pengunjung hanya asyik naik ke candi, mencari tempat yang bagus untuk berburu sunset. Saya rasa mereka tidak peduli dengan Lingga dan Yoni, Nandi, wallpaper, border, pilar, dan fakta bahwa Candi Ijo adalah candi tertinggi di Yogyakarta yang dikelilingi fenomena Geologi dan Geografi yang menarik untuk dikaji. Semoga perasaan saya salah.
Salah siapa fenomena ini? dan mengapa terjadi? Mungkin bisa kita renungkan dalam hati.
Begitulah cerita perjalanan sore tadi. Saya tidak menyangka akan seramai ini. Tukang parkir di Candi Ijo juga tidak menyangka akan seramai ini. Karena menurut penuturannya, "biyen niki namung nggen kulo angon wedus" (dulu ini cuma tempat saya mengangon kambing). Bukan tempat estetik untuk berburu sunset dan menghias feed serta instastory.
Pokoknya kalau waktu-waktu libur, ya begitulah. Salam Lestari!
"Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata". (Pasal 85, ayat 1, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya).
Pak Satpam yang "berpatroli" |
Ramai bukan? |
Naik ke candi? Siapa takut? |
Komentar
Posting Komentar